The Royal Bath: Menyingkap Makna Spiritual & Estetika di Balik Prosesi Siraman

Di tengah hiruk-pikuk persiapan pernikahan, mengurus vendor, technical meeting, hingga menyebar undangan, ada satu momen hening yang dirancang khusus untuk menenangkan jiwa calon pengantin.

Itulah Prosesi Siraman.

Seringkali, calon pengantin modern bertanya, “Perlu nggak sih pakai siraman? Ribet nggak sih persiapannya?”

Di Avinci Wedding Planner, kami selalu menjawab: Jika kamu ingin merasakan “perpisahan” yang manis dengan masa lajang dan memohon restu orang tua secara privat dan sakral, maka prosesi siraman adalah wajib.

Ini bukan sekadar mandi kembang. Ini adalah The Royal Javanese Bath yang penuh filosofi. Mari kita selami maknanya.

1. Filosofi “Pitu” (Tujuh Mata Air)

Pernah bertanya kenapa air untuk prosesi siraman harus diambil dari 7 sumber mata air yang berbeda (biasanya dari keraton, tempat ibadah, dan rumah leluhur)?

Dalam bahasa Jawa, tujuh adalah Pitu. Ini adalah simbol dari “Pitulungan” (Pertolongan).

Dengan guyuran air dari 7 sumber ini, orang tua dan sesepuh mendoakan agar rumah tangga kamu kelak selalu mendapatkan pertolongan Tuhan dalam menghadapi badai apapun. Jadi, saat air dingin menyentuh kulit, rasakan itu sebagai doa perlindungan yang menyelimuti tubuhmu.

2. Momen Emosional: Bopongan & Gendongan

Jika resepsi adalah pesta untuk tamu, maka prosesi siraman adalah pesta untuk batin orang tua.

Salah satu momen paling menguras air mata adalah saat sang Ayah menggendong (atau membopong) putrinya setelah selesai mandi.

Ini adalah simbolisasi visual bahwa: “Ini terakhir kalinya Bapak menggendongmu, Nak. Setelah ini, kamu akan berjalan sendiri dengan suamimu.”

Bagi klien Avinci, momen ini seringkali menjadi highlight video dokumentasi yang jauh lebih menyentuh daripada pesta resepsi itu sendiri.

3. Estetika “Jungle of Jasmine”

Siapa bilang acara adat itu kuno? Di tangan tim dekorasi rekanan Avinci, area prosesi siraman disulap menjadi botanical garden yang wangi.

Bayangkan backdrop dari anyaman janur segar, gentong air tanah liat yang dihias roncean melati full, dan aroma bunga sedap malam yang memenuhi ruangan.

Secara visual, prosesi siraman menawarkan estetika raw beauty. Kamu tampil dengan riasan tipis, rambut tergerai, berbalut kain jumputan atau cinde. Ini adalah versi dirimu yang paling natural, murni, dan “mahal”.

4. Dodol Dawet: Diplomasi Ekonomi Rumah Tangga

Setelah mandi, ada ritual unik jualan dawet. Ibu yang melayani pembeli, Bapak yang memayungi Ibu, dan alat bayarnya bukan uang, melainkan kreweng (pecahan genting tanah liat).

Filosofinya dalam sekali: Dalam rumah tangga, suami istri harus bekerjasama. Suami mengayomi (memayungi), dan istri mengelola.

Dan kreweng dari tanah liat mengajarkan bahwa harta itu asalnya dari bumi dan akan kembali ke bumi, jadi jangan sombong. Sebuah pesan financial planning versi leluhur yang sangat relevan, bukan?

5. Durasi untuk “Bernapas”

Secara psikologis, prosesi siraman yang biasanya dilakukan di H-1 atau pagi hari sebelum akad, berfungsi sebagai pause button.

Setelah berbulan-bulan stres mengurus pesta, kamu dipaksa duduk diam, dipijat dengan lulur, dan didoakan. Ini adalah spa for the soul. Kamu akan melangkah ke meja akad nikah dengan perasaan yang jauh lebih tenang, bersih, dan ikhlas.

Ingin Siraman yang Syahdu Tanpa Ribet?

Persiapan prosesi siraman memang kompleks (mencari 7 sumber air, menyiapkan sajen, dekorasi janur, hingga ubarampe adat).

Jangan biarkan keribetan teknis mengganggu kekhusyukanmu. Avinci Wedding Planner siap menyiapkan segalanya, mulai dari mengambil air dari sumber keramat hingga menata dekorasi yang aesthetic untuk foto. Kamu tinggal duduk manis dan meresapi setiap doanya.

Konsultasi Paket Adat & Siraman via WhatsApp

Lihat Galeri Siraman Klien Avinci

Rate this post

Tinggalkan komentar