Mengupas Sejarah dan Filosofi Siraman dalam Pernikahan Adat Jawa

Di tengah ramainya persiapan pernikahan modern, ada satu tradisi yang tak lekang oleh waktu dan tetap sakral: siraman. Bagi calon pengantin Jawa, ritual ini bukan sekadar acara mandi, melainkan gerbang menuju lembaran baru kehidupan. Siraman membersihkan jiwa dan raga dari segala hal yang tidak baik.

Secara harfiah, “siraman” berarti menyiram atau memandikan. Tradisi ini biasanya berlangsung satu hari sebelum akad nikah, menandai berakhirnya masa lajang. Prosesi ini tidak dilakukan sembarangan. Setiap detailnya, dari tempat, air, hingga orang-orang yang terlibat, mengandung makna mendalam yang berakar pada sejarah dan filosofi luhur.

Mengungkap Sejarah dan Makna Siraman

Ritual siraman adalah warisan leluhur yang meyakini pentingnya keselarasan dengan alam dan restu para pendahulu. Dahulu, orang-orang Jawa menggunakan prosesi ini untuk memohon berkah dari alam semesta. Mereka memakai air yang bukan sembarangan, melainkan campuran dari tujuh sumber mata air berbeda. Angka tujuh (pitu) dalam bahasa Jawa sering diartikan sebagai “pitulungan” yang berarti pertolongan. Ini menjadi doa tulus agar pernikahan selalu mendapat pertolongan dan kelancaran dari Yang Maha Kuasa.

Siraman juga menjadi simbol pembersihan diri dari segala hal negatif, baik fisik maupun batin. Calon pengantin memasuki kehidupan pernikahan dalam keadaan suci, bersih, dan siap lahir batin.

Setiap Detik Siraman Punya Makna

Bukan hanya airnya, setiap elemen dalam ritual siraman menyimpan filosofi mendalam:

  • Bunga Setaman: Bunga mawar, melati, kenanga, dan kantil yang mereka taburkan di air siraman melambangkan keindahan dan keharuman cinta. Bunga kantil memiliki makna “kemantil-mantil”, yang berarti selalu teringat dan melekat. Bunga ini menjadi doa agar pasangan selalu setia.
  • Tujuh Sesepuh: Tujuh orang sesepuh yang dihormati dan dianggap berhasil dalam berumah tangga menyiram calon pengantin. Mereka memberikan restu dan berharap kebahagiaan mereka menular kepada pasangan yang akan menikah.
  • Pecahan Kendil: Setelah itu, mereka memecahkan kendil (wadah air dari tanah liat). Prosesi ini melambangkan berakhirnya masa lajang. Suara pecahannya menandakan calon pengantin siap memulai kehidupan baru.
  • Potong Rambut: Tradisi ini melambangkan pembuangan segala hal negatif dari masa lalu. Mereka menanam rambut yang dipotong bersama sisa bunga, sebagai simbol menanam harapan dan doa untuk masa depan yang cerah.

Tetap Relevan di Era Modern

Meskipun zaman terus bergerak maju, tradisi siraman tetap relevan. Di tengah padatnya persiapan yang bisa memicu stres,p prosesi adat ini menjadi momen yang menenangkan. Calon pengantin dapat sejenak berhenti, merasakan kasih sayang tulus dari orang tua dan sesepuh, dan memantapkan hati sebelum mengucapkan janji suci.

Siraman membuktikan bahwa pernikahan tak hanya soal perayaan, tapi juga tentang proses pendewasaan spiritual dan emosional. Banyak vendor pernikahan kini menawarkan paket yang memadukan tradisi dengan sentuhan modern. Avinci Wedding Planner, misalnya, berdedikasi membantu pasangan mewujudkan pernikahan impian, termasuk prosesi adat seperti siraman, dengan detail yang sempurna tanpa menghilangkan esensi dan maknanya. Dengan sentuhan profesional, setiap tradisi sakral berjalan lancar dan tak terlupakan, memberikan kenangan indah yang abadi.

Rate this post

Tinggalkan komentar